Perbatasan Wilayah Negara RI
Indonesia adalah negara kepulauan
dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan
mencapai 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua
pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga
perbatasan darat dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia
berbatasan dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India,
Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Sedangkan untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga
negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan panjang garis
perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah
perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem
manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat
pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan
telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen
perbatasan yang baik. Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan
negara-negara tetangga meliputi:
(1) batas laut teritorial,
(2) batas zona tambahan,
(3) batas perairan ZEE, dan
(4) batas landas kontinen.
Yang
dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang
meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang
diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai
ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis
pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan
laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal;
yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan
untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen
suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari
laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah
daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
Belum tuntasnya penentuan garis batas suatu negara terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan keduanya di masa datang. Di samping garis batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi juga merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antar negara. Di kawasan Asia Tenggara, ketidak jelasan batas antar dua negara dialami oleh beberapa negara yang berbatasan, termasuk di laut Cina Selatan. Indonesia juga memiliki permasalahan perbatasan dengan negara-negara lain, terlebih lagi mengingat demikian luasnya wilayah darat dan perairan. Indonesia memiliki sepuluh negara tetangga yang berbatasan, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan Timor Leste.
Belum tuntasnya penentuan garis batas suatu negara terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan keduanya di masa datang. Di samping garis batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi juga merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antar negara. Di kawasan Asia Tenggara, ketidak jelasan batas antar dua negara dialami oleh beberapa negara yang berbatasan, termasuk di laut Cina Selatan. Indonesia juga memiliki permasalahan perbatasan dengan negara-negara lain, terlebih lagi mengingat demikian luasnya wilayah darat dan perairan. Indonesia memiliki sepuluh negara tetangga yang berbatasan, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-Singapura
Penambangan pasir laut di perairan
sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura,
telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton
pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang
cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan
hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan
ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan
sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Malaysia
Penentuan batas maritim
Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum
disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering
menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia
dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Perbatasan Indonesia-Filipina
Belum adanya kesepakatan tentang
batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan
Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina
yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral
Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat
dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara
bilateral.
Perbatasan Indonesia-Australia
Perjanjian perbatasan RI-Australia
yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14
Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah
Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan PNG telah menyepakati
batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala
kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah
kompleks di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Vietnam
Wilayah perbatasan antara Pulau
Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak
lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih
menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua
belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen
di kawasan tersebut.
Perbatasan Indonesia-India
Perbatasan kedua negara terletak
antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan
landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan
perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara.
Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi
pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para
nelayan.
Perbatasan Indonesia-Thailand
Ditinjau dari segi geografis,
kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu
kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh,
RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua
titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut
Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan
Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan
oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat
pantai Indonesia.
Perbatasan Indonesia-Republik Palau
Sejauh ini kedua negara belum sepakat
mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara
Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran
wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor
Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa
Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat
Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping
itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia
dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di
kemudian hari.
Perjanjian Batas Wilayah Indonesia Dengan Negara
Tetangga
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan
penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara sahabat
dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara
bertetangga yang baik di antaranya dengan negara sahabat Malaysia, Thailand,
Australia dan India.
1. Perjanjian RI dan
Malaysia
·
Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di
selat Malaka dan laut Cina Selatan
·
Ditandatangani tanggal 27 oktober 1969
·
Berlaku mulai 7 November 1969
2. Perjanjian Republik
Indonesia dengan Thailand
·
Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara
diselat Malaka dan laut andaman
·
Ditandatangani tanggal 17 Desember 1971
·
Berlaku mulai 7 April 1972
3. Perjanjian Republik
Indonesia dengan Malaysia dan Thailand
·
Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara
·
Ditandatangani tanggal 21 Desember 1971
·
Berlaku mulai 16 Juli 1973
4. Perjanjian RI dengan
Australia
·
Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di
depan pantai selatan Pulau Papua/Irian serta di depan Pantau Utara Irian/Papua
·
Ditandatangani tanggal 18 Mei 1971
·
Berlaku mulai 19 November 1973
5. Perjanjian RI dengan
Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)
·
Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah
wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru
·
Ditandatangani tanggal 18 Mei 1971
·
Berlaku mulai 9 Oktober 1972
6.
Perjanjian RI dengan India
·
Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di
wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar
·
Ditandatangai
tanggal 8 Agustus 1974
·
Berlaku mulai 8 Agustus 1974
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas
landas kontinen dengan negara-negara sahabat dengan semangat good neighboorhood
policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik diantaranya dengan
negara sahabat Malaysia, Thailand, Australia dan India.
Permasalahan di Perbatasan RI
Survei mengenai penetapan Titik Dasar atau Base Point telah
dilaksanakan oleh Dishidros TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 dengan melakukan
Survei Base Point sebanyak 20 kali dalam bentuk survei hidro-oseanografi.
Titik-titik Dasar tersebut kemudian diverifikasi oleh Bakosurtanal pada tahun
1995-1997.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia”, di mana di dalamnya tercantum 183 Titik Dasar
perbatasan wilayah RI. Namun demikian, terlepas dari telah diterbitkannya PP 38
Tahun 2002, telah terjadi perubahan-perubahan yang tentunya mempengaruhi
konstelasi perbatasan RI dengan negara tetangga seperti Timor Leste pasca
referendum dan status Pulau Sipadan-Ligitan pasca keputusan Mahkamah
Internasional.
Di samping itu, patut pula dipertimbangkan untuk melakukan
penge-cekan ulang terhadap pilar-pilar yang dibuat pada saatSurvei Base Point yang
dilakukan pada sekitar 10 tahun lalu. Monumentasi ini perlu dilakukan sebagai
bukti fisik kegiatan penetapan yang telah dilakukan serta menjadi referensi
bila perlu dilakukan survei kembali di masa mendatang.
Hingga saat ini terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas.
Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah
disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat di daerah tersebut,
misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah
perbatasan.
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di
wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut
Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen
antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic
Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of the
continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober
1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia
di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun
untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China
Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat
masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan
Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini
terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang
lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara
karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan
Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga
saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi,
Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu
baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat
perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan
batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan
Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial
kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen
di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut
merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas
kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang
diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum
diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas
kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan
Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera
dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas
kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan
Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah
diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau
Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni
1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua
negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
RI – Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura
telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai
batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut
teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan
kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya.
Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau
ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura
memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan
pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai
kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan
tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia.
Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di
Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan
pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
RI – Philipina
Perundingan RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang
dilaksanakan secara bergantian setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam
perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi
status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim
Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia
menggunakan metode proportionality dengan
memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina
memakai metode median line. Untuk
itu dalam perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis
opsi-opsi yang akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua.
Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas “Zona
Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia.
Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar wilayah
perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau dengan
Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1
Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New Guinea
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan
sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara
sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada
tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan
bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada
meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut
berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas,
penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi
kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai
kelanjutan dari batas darat.
RI – Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang
dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan
Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut
Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah
ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis
tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia
telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir
1997.
RI – Timor Leste
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum
pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat
terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum
selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah
terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan
maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanyaentry/exit point Alur
Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
(Sumber: Mabes TNI AL).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar